Rumah sakit sebagai sarana kesehatan yang paling kompleks antara tipe sarana kesehatan yang ada. Komplikasi rumah sakit ini bisa dilihat dari jumlahnya dan karakter service yang ada, luasnya tempat yang dibutuhkan untuk jalankan service, jumlah dan macam individual yang turut serta dalam service, dan perlengkapan dan tehnologi yang dipakai dalam penyelenggaraan service. Seperti sarana kesehatan yang lain, rumah sakit sebagai tempat kerja yang paling penuh dengan kekuatan bahaya keselamatan dan kesehatan pekerjanya. Resiko berlangsungnya masalah kesehatan dan kecelakaan jadi makin besar pada karyawan di sebuah rumah sakit ingat rumah sakit sebagai sarana kesehatan paling kompleks dan sebagai lokasi yang padat tenaga kerja.
Keperluan pada service kesehatan makin bertambah sesuai dengan perkembangan warga dan bertambahnya pengetahuan dan kesadaran warga mengenai keutamaan kesehatan. Kenaikan keperluan ini tersangkut bertambahnya jumlah dan besarnya satu sarana kesehatan, terhitung rumah sakit yang berpengaruh pada kenaikan jumlah karyawan. Sudah pasti karyawan itu berkemungkinan besar terserang bahaya prospektif kesehatan yang ada.
Rumah sakit memiliki ketidaksamaan ciri khas dengan tempat kerja lainnya berkaitan dengan terbukanya akses untuk bukan karyawan dengan bebas. Berlainan dengan tempat kerja lain, cuman karyawan saja yang bisa masuk tempat pabrik misalkan. Sebagai resikonya, pajanan bahaya prospektif yang ada di rumah sakit bisa berkenaan tidak cuma karyawan, tapi juga komune bukan karyawan dalam masalah ini pemakai jasa rumah sakit, dan pengunjung yang lain. Ketidaksamaan lain dengan berjalannya aktivitas yang terus-terusan 24 jam dan 7 hari satu minggu, jadikan resiko masalah kesehatan jadi lebih besar sebagai karena lama pajanan pada bahaya prospektif jadi lebih lama.
Beragam riset memperlihatkan kebiasaan masalah kesehatan yang terjadi antara karyawan / petugas sarana kesehatan lumayan tinggi.
Bahaya prospektif kesehatan
Pajanan bahaya prospektif kesehatan benar-benar bergantung dengan tipe tugas yang sudah dilakukan oleh karyawan di rumah sakit itu. Dapat terjadi satu bahaya prospektif kesehatan mengakibatkan pajanan kesemua karyawan yang ada di tempat itu, dan bukan hanya pekerjanya. Perlu dimengerti juga dikatakan sebagai ‘potensial' karena berkaitan dengan konsep jalinan jumlah dan tanggapan. Dengan begitu Leleu dkk. Menggolongkan bahaya prospektif kesehatan kerja di dalam barisan yang terbagi dalam Bahaya-bahaya fisika, Bahaya kimiawi, Biologis/infeksi, dan Bahaya sensitisasi alergi. Disamping itu dimengerti jika dapat diketemukan bahaya prospektif yang termasuk dalam Ergonomik dan Psikis.
Bahaya Prospektif Kesehatan Barisan Fisika
Terhitung dalam bahaya prospektif kesehatan barisan fisika ialah penekanan temperatur ekstrim, getaran, dan radiasi elektromagnetik.
Penekanan panas sebagai bahaya prospektif yang bisa ditemui di dapur rumah sakit. Resiko masalah kesehatan yang disebabkan oleh pajanan panas datang dari aktivitas dan perlengkapan dapur rumah sakit. Masalah kesehatan yang bisa diakibatkan oleh penekanan panas ini ialah mencakup ketaknyamanan bekerja, anoreksi, heat cramps, heat exhaustion, dan heat stroke. Dengan ambil analog dengan dapur satu hotel, riset yang sudah dilakukan oleh Soemarko di tahun 1997 di salah satunya hotel di Jakarta bisa memberi deskripsi mengenai factor resiko ini.
Getaran atau vibrasi sebagai bahaya prospektif yang bisa ditemui pada tugas dengan memakai alat yang bergetar. Tugas itu diantaranya ialah pemakaian bur gigi oleh dokter gigi, alat bur kayu atau tembok oleh mekanik perawatan gedung atau pada aktivitas konstruksi. Masalah kesehatan yang bisa terjadi ialah sindroma getaran tangan dan lengan, dan jika di gabung dengan status ganjil di lengan saat bekerja bisa tingkatkan resiko berlangsungnya sindroma terowong karpal. Bagi para pekerja yang sedang mencari sepatu safety dengan kualitas premium dan harga sepatu safety terjangkau dapat langsung ditemukan mudah dimana-mana.
Factor resiko yang lain banyak ditemui di rumah sakit ialah radiasi elektromagnetik. Pajanan radiasi elektromagnetik bisa digolongkan jadi radiasi pengion dan radiasi bukan pengion. Terhitung pada radiasi pengion ialah cahaya x dari pemakaian pesawat rontgen, dan partikel tambah energi tinggi yang dibuat oleh pemakaian radioterapi. Selain unit radiology, urologi, kamar operasi, unit perlakuan kateterisasi kardiologi sebagai tempat kerja dengan ekposur radiasi yang tinggi. Factor yang punya pengaruh pada intensif radiasi mencakup komposisi alat radiologi, jumlah kasus yang diatasi, dan waktu periode penerapan proses.
Radiasi pengion ini sudah dikenali sebagai karsinogenik, mutagenik, dan teratogenik.
Pemakaian beberapa alat diagnostik, dan therapy, dan pemakaian video display terminal (VDT) berperan tingkatkan pajanan radiasi elektromagnetik bukan pengion. Radiasi elektromagnetik bukan pengion mencakup medan magnet sama dalam MRI dan office apliances, dan pemakaian perlengkapan listrik yang lain. Tipe radiasi bukan pengion lain yakni cahaya infra merah dan ultraviolet bisa terjadi pada pemakaian alat fisioterapi dalam pemulihan medik, dan sterilisator. Masalah kesehatan yang bisa terjadi mencakup masalah reproduksi, mekanisme jantung dan pembuluh darah, mekanisme iritologik, katarak, cedera bakar, dan lain lain. Masalah kesehatan ini benar-benar bergantung dengan intensif pajanan dan frekwensinya.
Bahaya Prospektif Kesehatan Barisan Kimia
Bahaya prospektif kesehatan barisan kimia bisa ditemui khususnya di laboratorium klinik, ruangan perlakuan dan kamar operasi, ruangan mayat, dan ruangan farmasi. Tapi tak berarti ruang lain terhitung ruangan administrasi terlepas dari bahaya kimia.
Dipahami jika mayoritas aktivitas di sarana kesehatan dikerjakan dalam gedung/ ruang. Dengan begitu kualitas udara ruang (Indoor Air Quality) sebagai poin utama yang perlu mendapatkan perhatian supaya tidak ada kondisi yang bisa mengusik kenyamanan dalam bekerja dan ditambah lagi sampai mempengaruhi kesehatan karyawan.
Salah satunya tanda kualitas udara ruang ialah cuaca kerja, tapi factor ini diulas dalam bahaya prospektif factor fisika. Dalam paragraf ini yang ditempatkan merupakan bahaya kimia pemicu pencemaran udara ruang. Terhitung dalam masalah ini ialah senyawa organik, partikulat, dan serat (fibers). Kekuatan bahaya factor ini bertambah berkaitan dengan terbatasinya perputaran angin segar karena sirkulasi yang kurang adekuat.
Senyawa organik
Uap senyawa organik, sebagai polutan yang prospektif ditemui di ruang rumah sakit. Senyawa ini bisa datang dari pemakaian bahan pencuci, desinfektan, pestisida, pemakaian bahan cat, dan bahan perekat. Termasuk dalam masalah ini ialah pencemaran kendaraan motor, ingat umumnya rumah sakit berada di tepi jalan ramai. Pemakaian bahan bakar minyak di Indonesia, belum kesemuaannya bebas timbal organik hingga prospektif sebagai pencemar udara sampai dalam ruangan rumah sakit. Pemakaian senyawa pembersih hama seperti alkohol, senyawa aldehid (glutaraldehid, formaldehid), dan etilenoksida. Pencemar lain ialah senyawa wewangiantik, glikol, dan haloaromatik.
Fenol atau juga dikenal dengan panggilan karbol (carbolic acid) sebagai senyawa yang kerap dipakai sebagai desinfektan. Contact berbahan ini bisa mengakibatkan iritasi kulit dan cedera bakar, dan inhalasi dengan fokus yang tinggi bisa mengakibatkan iritasi aliran napas enteng, s/d masalah kesadaran.
Partikulat
Partikulat respirabel yang paling menguasai sebagai pengganggu kualitas udara ruang ialah asap rokok. Kandunganya sebagai kombinasi senyawa karsinogenik, mutagenik, toksik dan iritatif. Partikulat lain ialah debu yang dari luar ruang, seperti dari jalan raya, atau debu aktivitas konstruksi. Debu ruang sebagai partikel yang bisa bawa tipe tungau, serpihan kulit, aeroallergen dan deposit pestisida. Senyawa yang kerap diketemukan berkaitan dengan kualitas udara ruang ialah ozon, NOx, SOx, dan CO.
Partikulat bahan farmasi dikenali sebagai pemicu alergi yang umum terjadi pada karyawan apotek dan laboratorium. Dampak toksik yang tersering berbahan ini ialah dermatitis contact iritan, meskipun realisasi alergi diketemukan. Kejadiansi dermatitis iritan pada tangan tersering diketemukan pada karyawan kebersihan. Ini didukung oleh riset Ginting tahun 2004 dalam suatu rumah sakit di Jakarta. Kebiasaan dermatitis contact iritan kumulatif tangan yang ditelaah pada 107 informan karyawan kebersihan rumah sakit itu capai 65,4%4
Reaksi alergi yang terjadi pada karyawan di sarana kesehatan bisa terjadi karena pajanan protein dengan berat molekul rendah seperti bahan beberapa obat, dan protein dengan berat molekul tinggi seperti datang dari tumbuhan dan hewan.
Masalah pernafasan pada karyawan di rumah sakit, banyak disambungkan dengan pajanan senyawa klorin. Senyawa klorin jadi lebih beresiko, jika tercampur dengan larutan amonia dan bereaksi membuat gas kloramin yang memiliki sifat asfiksian.
Merkuri bisa mengkontaminasi lingkungan kerja karena kebocoran atau curahan dari tugas penambalan gigi atau alat yang memakai bahan ini ibarat tensimeter dan termometer. Ceceran metil merkuri pada tempat kerja yang divakum mengakibatkan penebaran bahan ini pada udara.
Metil metakrilat sebagai senyawa pencemar yang sering dipakai di bagian ortopedi, dan protesa. Bahan ini mengakibatkan masalah kesehatan seperti dermatitis contact alergi, dan lewat inhalasi bisa mengakibatkan spasme bronkus dan asma.
Gas anestesi halothane dan nitrogen oksida sebagai senyawa yang kerap disambungkan dengan kekuatan toksiknya pada mekanisme reproduksi dan formasi syaraf pusat. Dalam pada itu untuk senyawa flurane, belumlah jelas ada dampak toksik.
Serat (fibers)
Untuk barisan serat ini, yang penting jadi perhatian ialah serat asbes, lepas dari pembicaraan berkenaan karakter kekuatan fibrogenik dan karsinogenik dari tipe chrysotile, yang biasa dipakai. Asbes memiliki karakter yang konstan, dan cuman bisa menjadi serat yang terdispersi pada udara, di saat perombakan, misalkan.
Fiberglas sebagai bahan yang lain sering dipakai pada konstruksi terhitung bangunan sarana kesehatan. Demikian pula bahan tekstil dipakai secara luas dalam ruangan - ruang rumah sakit, dan sarana kesehatan yang lain. Aerosol bahan ini memiliki sifat iritan aliran napas.
Bahaya prospektif kesehatan barisan biologi
Terhitung dalam barisan biologis ini ialah virus, bakterei, jamur, dan parasit yang lain.
Bioaerosol
Salah satunya jalan masuk bahaya prospektif kesehatan barisan biologi ini ialah lewat inhalasi bioaerosol.
Istilah bioaerosol ialah dispersi jasad renik atau bahan lain dari sisi jasad renik pada udara. Sumber bioaerosol ialah kapang, jamur, protozoa, dan virus. Sumber itu memunculkan bahan bahan alergen, bakteri, dan racun di lingkungan. Anggota badan dan kotoran tungau debu rumah (Dermatophagoides spp.) ialah alergen kuat pada beberapa orang.
Bakteri dan bakteri yang lain
Petugas kesehatan, dan karyawan lain di sarana kesehatan memiliki resiko terkena beberapa macam bakteri dan bakteri yang lain. Terhitung dalam masalah ini ialah Mycobacterium tuberculosis.
Bahaya prospektif kesehatan barisan ergonomi
Organisasi Pekerja Internasional (ILO) di tahun 1999 menyuguhkan data jika masalah muskuloskeletal tempati status paling banyak keluarkan dana untuk penyakit karena kerja dan kecelekaan kerja. Masalah muskuloskeletal ini erat hubungan dengan factor ergonomi, yang disebut permasalahan paling besar sebagai pemicu penyakit karena kerja.
Aktivitas yang terkait dengan factor resiko ergonomi bukan hal yang sangat jarang di sarana kesehatan. Tugas perawat dan karyawan kesehatan yang lain yang mengalihkan, mengusung, memandikan, bersihkan pasien, dan menggerakkan kereta pasien ialah contoh riil.
Demikian pula aktivitas yang berkaitan dengan pengecekan dan perlakuan klinis sama dalam tugas dokter gigi bisa memunculkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan ergonomi. Factor yang bisa memunculkan resiko dari bahaya prospektif kesehatan barisan ergonomi ini ialah sikap badan yang tidak fisiologis. Cidera pada mekanisme muskuloskeletal dan saraf perifer bisa terjadi bila status itu dipertahankan untuk periode waktu yang lama dan berulang-ulang.
Status yang prospektif mengakibatkan masalah pada punggung diantaranya membungkuk, miring ke satu segi badan, dan memutar badan. Dan status siku tangan semakin tinggi dari pundak bisa mengakibatkan masalah pada leher dan pundak. Pada umumnya, karyawan seharusnya tidak lakukan kerjanya dengan status tangan di bawah lutut, atau lengan di atas pundak untuk waktu lama. Beberapa alat yang dipakai disarankan agar bisa disamakan dengan bentuk badan.
Selain itu factor yang lain punya pengaruh ialah suhu ruangan kerja, pergerakan kerja yang berulang-ulang, dan penerangan.
Interferensi tugas dengan penerangan yang adekuat dan eye break pada karyawan computer pada sebuah rumah sakit memberi pengurangan yang berarti berlangsungnya kecapekan mata.
Bahaya prospektif kesehatan barisan psikis
Bahaya prospektif barisan psikis pada karyawan di sarana kesehatan berkaitan dengan tugas yang bertemu dengan manusia sebagai makhluk hidup, yang kerap berlomba sama waktu. Factor yang lain terkait ialah bekerja shift / bergilir, dan beban kerja yang terlalu berlebih secara kuantitatif.
Bahaya prospektif kecelakaan kerja
Sama dengan bidan tugas yang lain, karyawan di sarana kesehatan memiliki resiko untk memperoleh kecelakaan kerja.
Pemakaian alat kedokteran yang memakai listrik, memberi peran resiko terserang sengatan listrik. Kecelakaan kerja umum yang lain perlu dihindari yang berkaitan dengan tergelincir, jatuh, atau terkena. Selain itu jumlahnya pemakaian benda tajam bisa tingkatkan resiko kecelakaan seperti tertusuk dan tersayat.
Resiko tertusuk jarum suntik sebagai resiko kecelakaan yang sekalian bisa sebagai kesehatan terkena, khususnya HIV dan hepatitis B, dan C.
Seperti sudah disentil di atas tersangkut infeksi HIV dan hepatitis, memperlihatkan tugas yang banyak memakai jarm suntik seperti perawat dan karyawan laboratorium memiliki resiko yang lebih tinggi terserang infeksi.
Berdasarkan catatan WHO tahun 2003, di penjuru dunia ada rerata karyawan kesehatan yang tertusuk jarum ialah di antara 0,64 kali per-orang /tahun (di negara - negara Eropa) s/d 4,68 kali per-orang /tahun (Mesir, Pakistan). Dipertambah juga jika karyawan kesehatan tertusuk jarum yang tercemar hepatitis C, hepatitis B, dan HIV secara beruntun kurang dari 926.000 kasus, 2.100.000 kasus, dan 327.000 kasus.
Tidak ada data berkenaan kejadiansi tertusuk jarum pada karyawan kesehatan di Indonesia. Lepas dari ini kelihatan jika kecelakaan kerja berbentuk tetusuk jarum sebagai kasus penting yang perlu dcegah, khususnya terkait dengan peluang sekuensi terjangkit virus hepatitis B, hepatitis C, dan HIV.
Penutup
Dari rincian singkat berkenaan bahaya prospektif yang ada di rumah sakit memperlihatkan jika tempat kerja ini bukan tempat bebas dari resiko masalah kesehatan dan kecelakaan.
Bahaya prospektif kesehatan di sarana kesehatan mencakup barisan kimia, fisik, biologi, ergonomi, psikologi, dan kecelakaan kerja.
Pengenalan bahaya prospektif yang ada sebagai poin penting untuk seterusnya harus dibikin cara menghindariinya. Masalah kesehatan dan kecelakaan kerja yang disebabkan sebaiknya dihindari sedini kemungkinan untuk menghindar rugi selanjutnya.